ANALISIS TENTANG
PERNIKAHAN USIA MUDA
(Studi kasus di PA Batang)
Disusun guna memenuhi tugas :
Mata
Kuliah : Hukum Acara Indonesia
Dosen
Pengampu : Aris Setiawan S.Ag ,M hum
Disusun oleh
M.Khaerul Akromudin
(2011
111 014)
Zaenudin
(2011111032)
AKHWAL AS-SYAKHSIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2013/2014
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang Masalah ......................................................................... 3
B. Rumusan Masalah................................................................................... 6
BAB II
PERMASALAHAN......................................................................................... 8
BAB III
LANDASAN TEORI ....................................................................................... 10
BAB IV
ANALISIS MASALAH................................................................................. 13
a) Sekilas Pengadilan Agama Batang............................................................... 14
b)
Putusan izin despensasi kawin..................................................................... 17
BAB V
PENUTUP ..................................................................................................... 28
Kesimpulan ..................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 31
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan makhluk-Nya di
bumi secara berjudoh-jodoh atau berpasang-pasang, baik dalam dunia manusia,
binatang maupun tumbuh-tumbuhan untuk memungkinkan terjadinya perkembangbiakan
guna melangsungkan kehidupan jenis masing-masing. Hal ini merupakan pembawaan
manusia dan makhluk hidup lainnya bahwa setiap makhluk diciptakan secara
berpasang-pasangan. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 49 :
وَمِنْ
كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya:
Dan
segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.
Dalam ayat yang lain ditegaskan dalam Surat Yasin ayat 36 :
سُبْحَنَ الَّذِئ خَلَقَ اْلَازْوَاجَ كُلَّهَا
مِمَّا تُنْبِتُ اْلَاْرضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya :
Maha Suci Tuhan yang Telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Dengan hidup berpasang-pasang itulah
keturunan manusia dapat berlangsung, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 4 :
وَآَتُوا النِّسَاءَ
صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا
فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا (
Artinya :
Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Perkawinan merupakan cara yang
ditempuh manusia untuk membina sebuah rumah tangga. Sebab pembentukan tidak
akan terjadi tanpa melalui perkawinan. Dengan jalan perkawinan yang sah,
pergaulan antara laki-laki dan perempuan akan terhormat sesuai dengan kedudukan
manusia sebagai makhluk yang bermartabat.
Oleh karena itu, Islam sangat
menganjurkan perkawinan dan mengaturnya dengan amat teliti dan terperinci untuk
membawa umat manusia hidup secara bermartabat sesuai kedudukannya yang amat
mulia di tengah-tengah makhluk-makhluk Allah SWT yang lain. Dengan perkawinan
terpeliharalah kehormatan, keturunan, kesehatan jasmani dan rohani.
Perkawinan mempunyai pengaruh yang
sangat luas, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya maupun pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Untuk itu, hendaknya
segenap elemen bangsa Indonesia
mengetahui seluk beluk berbagai peraturan hukum perkawinan agar mereka memahami
dan dapat melangsungkan perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Perkawinan menurut
hukum Islam, yaitu aqad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk
mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah.
Perkawinan pada usia muda di mana
seseorang belum siap mental maupun fisik, sering menimbulkan masalah di
belakang hari bahkan tidak sedikit berantakan di tengah jalan.
Undang-Undang No. 1 tahun 1974
tentang Perkawinan memberi batasan umur ideal bagi seorang laki-laki maupun
wanita yang akan melangsungkan perkawinan. Dalam pasal 7 ayat 1 dinyatakan
bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun.
Salah satu syarat untuk melangsungkan
perkawinan baik pria maupun wanita yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
Bahkan bagi calon pengantin yang
belum memenuhi persyaratan umur sebagaimana ditentukan pada pasal 7 ayat 1,
harus memperoleh dispensasi nikah. Hal ini ditegaskan dalam pasal 7 ayat 2
bahwa dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) ini dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak
pria maupun pihak wanita.
Undang-Undang menentukan bahwa batas
umur kawin tersebut dengan suatu pertimbangan bahwa dengan kedewasaan dan
kematangan jasmani dan rohani tujuan luhur dan suci dapat dicapai, yaitu
memperoleh keturunan yang sehat, salih dan ketenteraman serta kebahagiaan hidup
lahir batin. Dengan kedewasaan yang matang diharapkan timbulnya daya tangkal
dalam menghadapi kehidupan yang kompleks, sehingga bahtera kehidupan rumah
tangga tidak mudah terombang-ambing oleh gelombang kehidupan.
Hal ini menunjukkan bahwa asas
kedewasaan merupakan salah satu asas yang urgen untuk diterapkan sebagaimana
yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia.
Namun pada kenyataannya, banyak sekali terjadi perkawinan di usia muda pada
zaman sekarang. Itu berarti banyak terjadi penyimpangan batasan usia perkawinan
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Sehubungan dengan
itu, menjadi menarik untuk diteliti, bagaimana dengan
masyarakat Batang
menyikapi dan menghadapi masalah seperti ini seperti tercermin dalam putusan
PA, juga bagaimana Pengadilan Agama Batang menyikapi adanya izin dispensasi pernikahan
dini menjadi urgen untuk diteliti guna mengetahui persoalan tersebut
Penyusun juga meneliti akibat-akibat
yang ditimbulkan adanya perkawinan dalam usia muda tersebut. Perkawinan usia
muda tidak hanya berpengaruh tehradap kedua mempelai ( suami-istri ), tetapi
bisa juga terhadap anak, keluarga dan masyarakat lain baik dari segi psikologi,
sosial, ekonomi dan lain-lain.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di
atas, penyusun meneliti beberapa hal sebagai berikut :
1.
Apakah
yang menjadi faktor-faktor penyebab perkawinan dalam usia muda ?
2.
Apakah
akibat-akibat yang ditimbulkan adanya perkawinan dalam usia muda ?
3.
Bagaimana dengan masyarakat Batang
menyikapi dan menghadapi masalah seperti ini seperti tercermin dalam putusan PA,
juga bagaimana Pengadilan Agama Batang menyikapi adanya izin dispensasi pernikahan dini menjadi
urgen untuk diteliti guna mengetahui persoalan tersebut
Agar tidak terjadi kesalahpahaman
antara peneliti dengan pembaca berikut akan disampaikan penegasan istilah :
Analisis berasal dari
kata Belanda, yang mempunyai arti kupasan tentang masalah.
Dispensasi adalah izin
pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan.
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
pasangan suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Usia muda adalah batasan usia seseorang baik pria maupun wanita yang belum
mencapai akil baligh baik secara undang-undang maupun secara hukum Islam.
C.
Tujuan
dan Kegunaan Penulisan
1.
Tujuan
Penulisan
a.
Untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab perkawinan dalam usia muda.
b.
Untuk
mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan adanya perkawinan dalam usia muda.
c. Untuk mengetahui putusan PA Batang sehubungan dengan
masalah izin dispensasi pernikahan dini sepanjang tahun 2005–2008 dan; untuk
mendapatkan penjelasan dan kejelasan alasan-alasan dan pertimbangan putusan
tersebut. Sedang kegunaan yang diharapkan dapat tercapai adalah: pertama,
mendapatkan gambaran adanya pernikahan dini atau di bawahumur yang dimintakan
dispensasi di Batang dan; kedua, menjadi masukan bagi kalangan hukum, pendidik, tokoh masyarakat tentang masih adanya/banyaknya pernikahan
di bawah umur
2.
Kegunaan
Penulisan
a.
Hasil dari
penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam upaya mencegah
terjadinya perkawinan dalam usia muda.
b.
Sebagai
pengembangan fiqh dan menambah khazanah keilmuan, khususnya di bidang
perkawinan.
BAB II
D.
Permasalahan
Di wilayah hukum PA Batang Jawa Tengah,
permohonan dispensasi kawin selama tahun 2005-2008 termasuk rendah, hanya ada
24 kasus atau sekitar 0,486 % dari total kasus yang diterima. Rata-rata alasan
yang diajukan pihak pemohon adanya kekhawatiran terjadinya perzinaan, sudah
saling menyintai, sudah bekerja, disetujui kedua orang tua kedua pihak, siap
bertanggung jawab. Demikian pula alasan yang dikemukakan oleh majlis hakim
dalam mengabulkan permohonan, karena sudah sesuai prosedur, tidak melanggar
ketentuan perundang-undangan, menghindari mafsadat yang lebih besar.untuk itu
penulis ingin menganalisis tentang alasan keputusan hakim dan penyebab dari
pernikahan dini serta akibat dari yang di timbulkan.
E.
Telaah
Pustaka
Perkawinan, sebagaimana telah
disinggung di atas, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah. guna mencapai tujuan tersebut Al-Qur'an antara
lain menekankan perlunya kesiapan fisik, mental dan ekonomi bagi yang ingin
menikah.
Namun demikian, pada tingkat empiris
beberapa kesiapan yang diperlukan untuk melangsungkan perkawinan tersebut
tidaklah terpenuhi sebagaimana yang diidealkan. Hal ini terlihat adanya anggota
masyarakat yang melangsungkan perkawinan tanpa persiapan yang matang.
Perkawinan pada usia muda, dalam arti belum memenuhi standar usia nikah dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, merupakan salah satu contoh untuk mendukung
pernyataan tersebut.
Ada beberapa
alasan, sebagaimana yang diungkapkan Hilman Hadikusumo, yang mempengaruhi
masyarakat untuk melangsungkan perkawinan dalam usia muda, yakni :
- Adanya pesan ( tanggeh :
Lampung, weling : Jawa ) dari orang tua yang telah meninggal dunia,
misalnya dikarenakan antara kedua orang tua kedua belah pihak pernah
mengadakan perjanjian untuk besanan ( Jawa ) agar tali persaudaraan
menjadi kuat.
- Untuk mencegah terjadinya
perkawinan dengan orang lain yang tidak dapat disetujui oleh orang tua
atau kerabat yang bersangkutan.
- Kemungkinan terjadinya perkawinan
terpaksa, misalnya gadis yang masih di bawah umur tersebut hamil di luar
nikah.
Meskipun Hilman Hadikusumo
mengungkapkan alasan-alasan yang mempengaruhi masyarakat untuk melangsungkan
perkawinan pada usia muda dalam konteks hukum perkawinan adat, namun
alasan-alasan tersebut dinilai masih cukup relevan untuk saat ini mengingat
masih adanya masyarakat yang melangsungkan perkawinan walaupun usianya belum
cukup dewasa.
Dalam konteks hukum perkawinan, usia
dewasa ini akan terpenuhi jika seseorang telah mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974, yang
mengatur tentang :
- Izin orang tua bagi seseorang yang
akan melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun.
- Umur minimal untuk diizinkan
melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19 (sembilan belas) tahun dan wanita
16 (enam belas) tahun.
Dengan demikian, batasan perkawinan
dalam usia muda adalah perkawinan yang dilakukan pasangan mempelai yang belum
memenuhi batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan, yakni 19 (sembilan belas) tahun bagi
laki-laki dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita.
Agar tujuan perkawinan dapat
diwujudkan dalam kehidupan berumah tangga. Maka syarat kedewasaan harus
dipenuhi. Karena dalam perkawinan memerlukan kesiapan fisik, mental, dan
lain-lain. Untuk itu, penelitian tentang perkawinan dalam usia muda sangat urgen dilakukan.
BAB III
F.
Landasan Teori
Perkawinan merupakan suatu cara untuk
memenuhi tuntutan naluriah hidup mnausia, berhubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah SWT
dan rasul-Nya. Perkawinan ini merupakan Sunnah Nabi yang sangat dianjurkan
kepada setiap umat Islam.
Anjuran untuk melaksanakan perkawinan
ini tidak hanya didasarkan pada hadits nabi tersebut, melainkan juga didasarkan
pada firman Allah SWT Al-Qur’an surat An-Nisa
ayat 4 dan firman Allah SWT dalam surat
An-Nur ayat 32 :
وَ
أَنْكِحُوا الْأَيامى مِنْكُمْ وَ الصَّالِحينَ
مِنْ عِبادِكُمْ وَ إِمائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَراءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَ اللهُ واسِعٌ
عَليمٌ
Artinya :
Dan kawinkanlah
orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dalam hukum perkawinan di Indonesia
telah ditentukan batasan usia ideal sebagaimana yang telah disinggung diatas.
Sedangkan dalam ajaran Islam batasan usia ini tidak menjadi persyaratan.
Seperti halnya dalam akad pada umumnya, pihak-pihak yang melakukan akad (mempelai laki-laki dan perempuan)
disyaratkan mempunyai kecakapan sempurna, yaitu telah baligh, berakal sehat,
dan tidak terpaksa.
Namun demikian ajaran Islam tidak memberikan batasan umur secara jelas, hal ini
membuka peluang terjadinya perkawinan pada usia muda.
Yang penulis maksud dengan pernikahan
dini adalah pernikahan di mana usia pengantin belum mencapai batas minimal usia
yang diizinkan oleh UU Perkawinan yakni 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun
bagi laki-laki.
Jumhur fuqaha` membolehkan dan mengesahkan pernikahan
dini bahkan lebih jauh lagi membolehkan pernikahan anak-anak. Dalam hal ini
Ibnu al-Mundzir seperti dikutip oleh Ibnu Qudamah al-Maqdisi menyatakan :
“ Ibnu al-Mundzir
berkata, “ semua orang yang kami anggap ahli ilmu telah sepakat, bahwa seorang ayah menikahkan
anak gadisnya yang masih kecil hukumnya jaiz ( boleh), jika ia menikahkannnya
dengan pria yang sekufu, dan boleh baginya menikahkannya walau ia tidak suka
dan menolaknya ( dengan tanpa
persetujuannya)”. ( Ibnu Qudamah : Maktabah asy-Syameelah : 14/428) Landasan
normatif-teologis yang menjadi dasar pembolehan dan pengesahan pernikahan
anak-anak ini diantaranya merujuk pada :
1. At-Thalaq ayat 4
“ (4). dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. ….”
Wanita yang belum haid
tidak di ragukan lagi adalah wanita yang belum balighah atau dengan perkataan
lain wanita yang masih anak-anak. Perlu disadari bahwa ketentuan iddah bagi
wanita tentunya berkaitan dengan wanita yang sudah menikah dan diceraikan. Ini
secara tidak langsung ( mafhumnya ) , al-Qur`an mengakui keabsahan terjadinya pernikahan
wanita yang masih anak-anak. Demikian wajah istidlal dari jumhur fuqaha`. (
Muhammad Abu Zahrah : Tt : 124).
2. An-Nur( 24) ayat 32
“ (32). dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu…”.Menurut pemahaman
fuqaha` ini, kata al-Ayama adalah mencakup pengertian wanita yang belum atau
tidak bersuami, dalam hal ini mencakup pengertian wanita dewasa/tua dan juga
wanita yang masih anak-anak.
3. Hadis Bukhari,Muslim, Abu Dawud, Nasa`I, Baihaqi
“ Khadijah wafat
sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah 3 tahun sebelumnya, maka beliau tinggal di
Madinah selama dua tahun atau sekitar itu. Dan nabi menikahi ‘Aisyah tatkala
berumur 6 tahun kemudian membina rumah tangga tatkala ia telah berusia 9
tahun”.
Dari hadis tersebut di atas, secara sharih menjelaskan
usia Aisyah saat akad dengan Nabi SAW masih anak-anak yakni usia 6 tahun, dan diajak
membina rumah tangga tatkala telah mencapai usia 9 tahun. Hal ini dipahami
sebagai sebuah kebolehan dan keabsahan pernikahan wanita yang masih
kanak-kanak.
4. Perbuatan Sahabat
Menurut penuturan Ibnu Qudamah di atas, bahwasanya
Qudamah bin Mazh’un menikahi anak perempuan Zubair ketika masih kecil, terus dikatakan
kepadanya, maka ia menjawab, “ anak perempuan Zubair jika aku mati ia
mewarisiku, jika aku hidup maka ia adalah istriku”. Imam Ali Karramallahu
wajhah menikahkan putrinya Ummi Kultsum ketika masih kecil dengan Umar bin
al-Khattab ra. (Ibnu Qudamah: Maktabah asy- Syameelah: 14/428).
Empat argumen tersebut dipakai jumhur untuk mengesahkan
pernikahan anak-anak.Ibnu Syubrumah berbeda dengan jumhur, menurutnya
pernikahan anak-anak terlarang dan tidak sah. Ibnu Hazm dalam kitabnya
al-Muhalla mengutip pendapat Ibnu Syubrumah sbb: (Ibnu Hazm: Maktabah asy-
Syameelah: 9/498).
:
ﻊﺑرأ ﻦﻣ ﺮﺜﻛأ حﺎﻜﻧو ،ﺔﺑﻮھﻮﻤﻟﺎﻛ ﷺ ﻰﺒﻨﻠﻟ ﺎﺻﻮﺼﺧ ﺎﮭﻨﻋ ﷲ
Imam Nawawi ra
dalam syarh sahih muslimnya menjelaskan, bahwa kaum muslimin telah berijma’
dibolehkannya menikahkan gadis yang masih kecil/anak-anak dan jika sudah
besar/balighah tidak ada khiyar fasakh baginya menurut Imam Malik dan Imam
asy-Syafi’I dan seluruh fuqaha Hijaz. Sedang fuqaha` Iraq menyatakan ia boleh
melakukan khiyar jika telah balighah (Imam Nawawi: Makatabah asy-Syameelah:
5/128).
Salah satu prinsip
yang dianut dalam UU perkawinan di Indonesia adalah calon suami istri harus
telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian dan
mendapat keturunan yang baik dan sehat. Maka dari itu, usia pernikahan perlu
ditentukan batas minimalnya (Ahmad Rofiq, 2000: 56-57).
Sehubungan dengan
dibolehkannya pernikahan dini, tak dapat dipungkiri di sana ada beberapa
manfaat yang dapat dipetik, di antaranyadapat dikemukakan hal-hal sebagai
berikut:
1. Mengurangi ekses
pergaulan bebas (free sex).
2. Lebih terjamin kesucian
dan kebersihan masing-masing calon
pengantin.
3. Secara ekonomi, bagi
keluarga si perempuan, dapat mengurangi ‘beban’
ekonomi keluarga, dan
jika sang suami kebetulan dari keluarga mampu,
juga dapat membantu
meringankan beban ekonomi keluarga si
perempuan.
4. Menempa jiwa untuk lebih
bertanggung-jawab.
Namun di mata Siti
Musdah Mulia dkk. pernikahan dini mengundangsejumlah persoalan seperti:
1. Dari sisi kesehatan, kehamilan atau melahirkan anak di bawah usia
20 tahun
lebih rentan bagi kematian
bayi dan ibunya. Melahirkan yang sehat menurut
ilmu kedokteran adalah
antara usia 20-35 tahun.
2. Dari segi fisik, pasangan usia belia masih belum mampu dibebani
suatu
pekerjaan yang memerlukan
ketrampilan fisik untuk mendatangkan pendapatan
yang mencukupi kebutuhan
keluarga.
3. Dari segi mental, pasangan yang masih belia masih belum siap
bertanggung
jawab secara moral
mengenai apa saja yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Dari segi pendidikan, usaha pendewasaan usia pernikahan
dimaksudkan buat
mendapatkan pendidikan
yang lebih tinggi yang lebih berguna buat menyiapkan
masa depannya.
5. Dari segi kependudukan, perkawinan usia dini adalah masa yang
tingkat
kesuburannya tinggi
sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang
kesejahteraan.
6. Dari segi kelangsungan rumah tangga, pernikahan dini lebih rentan
dan rawan
perceraian mengingat mereka belum stabil,
tingkat kemandiriannya masih
rendah.( Siti Musdah Mulia
dkk, 2003: 79-80 ).
Budaya dan adat yang ada di dalam
masyarakat serta arus globalisasi berpengaruh pula terhadap terjadinya
perkawinan dalam usia muda.
BAB IV
Analisis masalah
a) Sekilas Pengadilan Agama Batang
Indonesia termasuk
negara dengan persentase
pernikahan usia muda tinggi di dunia (ranking
37)Tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja
Pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan
usia legal minimum menikah adalah 18 tahun ke
atas,dan Indonesia masih diluar itu.
Perempuan
muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0.2% atau lebih dari
22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di
Indonesia sudah menikah.Jumlah dari perempuan
muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar
jika dibandingkan dengan laki-laki muda
berusia 15-19
tahun (11,7 % P : 1,6 % L). diantara kelompok
umur perempuan 20-24 tahun - lebih dari 56,2
persen sudah menikah
Provinsi dengan persentase perkawinan dini (<15 th) tertinggi adalah Kalimantan Selatan (9 persen), Jawa Barat
(7,5 persen), serta Kalimantan Timur dan
Kalimantan Tengah masing-masing 7 persen
dan Banten 6,5 Persen Provinsi
dengan persentase perkawinan dini (15-19 th)
tertinggi adalah Kalimantan Tengah (52,1%),
Jawa Barat (50,2 persen), serta Kalimanta Selatan (48,4%), Bangka Belitung (47,9%) dan Sulawesi
Tengah (46,3%)
Gejala Modernisasi
dan Perubahan Perilaku masyarakat latar masalah utama yang dihadapi seluruh
provinsi yang diamati dalam
mengatasi pernikahan dini yakni modernisasi dan tingkat pendidikan yang rendah.
Arus modernisasi masuk pesat dalam masyarakat.
ditunjukkan oleh pola konsumsi dan pola pemakaian
jasa anggota masyarakat secara tinggi jasa arus
informasi yang masuk dengan sangat pesat. berdampak pada perubahan perilaku penduduk di seluruh Provinsi yang dikaji dan mendorong kebiasaan hidup
konsumtifgenerasi muda menyebabkan terjadinya
culture shock pada masyarakat.
Sebutan resmi (nomenslatur) untuk Pengadilan Agama
Batang adalah Pengadilan Agama Kelas I B Batang yang beralamatkan Jalan Gajah
Mada Nomor 1210 Kelurahan Proyonangan Tengah Kecamatan Batang Kabupaten Batang.
Nomor telepon sekaligus fax ( 0285) 391169. Saat ini PA Batang menempatitanah
dan bangunan seluas 1080 m2/700 m2. Secara geografis, Pengadilan Agama Batang
terletak pada posisi astronomis 6o 56’S 109o 17’ T WIB di ibu kota Kabupaten
Batang. Wilayah hukum atau yurisdiksinya meliputi 12 kecamatan, yakni Kecamatan
Batang, Tulis,Warungasem, Wonotunggal, Bandar, Blado, Subah, Gringsing, Reban,Tersono,
Bawang dan Limpung.
Pengadilan Agama
Batang dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Agama RI No. 90 Tahun 1967
tertanggal 2 Agustus 1967. Adapun batas wilayah hukum sebelah utara laut Jawa,
sebelah timur dengan Kabupaten Kendal, sebelah selatan Kabupaten Wonosobo dan
Barjarnegara dan sebelah barat berbatasan dengan Kota Pekalongan (Firna
Ernawati, 2008: 42).
Pengadilan Agama Batang rata-rata pertahunnya menerima
perkara sejumlah 1140 perkara, dengan sebaran sebagaimana tabel di bawah ini. .
Tabel
Jenis perkara yang masuk selama tahun 2008-2011
No
|
Jenis perkara
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1
|
Cerai gugat
|
3332
|
67,599%
|
2
|
Cerai talak
|
1525
|
30,939%
|
3
|
Dispensasi kawin
|
24
|
0,486%
|
4
|
Izin poligami
|
22
|
0,446%
|
5
|
Wali a’dhal
|
14
|
0,024%
|
6
|
Pembatalan perkawinan
|
5
|
0,060%
|
7
|
Itsbat nikah
|
3
|
0,040%
|
8
|
Kewarisan
|
2
|
0,040%
|
9
|
Penetapan ahli waris
|
1
|
0,020%
|
10
|
Harta bersama
|
1
|
0,020%
|
|
Jumlah seluruh perkara
|
4929
|
100%
|
Dari tabel di atas, tampak jelas bahwa perkara
yang paling banyak masuk ke PA Batang adalah masalah cerai gugat dan cerai
talak yang masing-masing mencapai 67,599 % dan 30,939 %yang jika disebut dengan
masalah perceraian saja berarti mencapai 98,538 % dari total perkara yang
masuk. Dengan data di atas, tidak mengherankan jika
sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa berurusan dengan PA berarti
berurusan dengan perceraian.
Adapun jumlah
hakim yang dimiliki sebanyak 13 orang termasuk ketua dan wakil ketua. Personil
lainnya dibantu oleh panitera atau sekretaris 1 orang, wakil panitera 1, wakil
sekretaris 1, panitera muda 3 orang, panitera pengganti 6, kepala urusan 3,
jurusita 2, jurusita pengganti 2 orang ( Anonm, T.t : 4).
b)
Putusan
Izin Dispensasi Kawin
Dalam menganalisis putusan ini, ada beberapa item yang
peneliti soroti dan kritisi. Secara berturut-turut, item-item itu adalah:
1. Tentang
Usia Calon suami-istri.
Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 tahun.(
Ahmad Rofiq, 2000: 76) Namun penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat
terjadi ketika ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan ataupun pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita (vide pasal 7 ayat 2).
Undang-Undang yang sama menyebutkan
bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, dan
izin dari orangua diharuskan bagi mempelai yang belum berusia 21 tahun.(Amiur
Nurudin & Azhari Akmal Tarigan, 2004:68).
Lebih lanjut KHI sebenarnya telah mengatur, perkawinan
dapat dibatalkan antara lain dengan alasan bila melanggar batas umur perkawinan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 (vide pasal 71). Para
pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah:
(1) para keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dan ke bawah
dari suami atau isteri;
(2) suami atau isteri;
(3) pejabat yang berwenang
mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang-Undang;
(4) para pihak berkepentingan
yang mengetahui adanya cacat dalam rukun
dan syarat perkawinan menurut hukum Islam/fiqh dan peraturan
perundangan-undangan (vide pasal 73).
Di dalam pasal 26 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, orang tua diwajibkanmelindungi anak dari perkawinan dini,
namun amat disayangkan, pasal ini, sebagaimana UU Perkawinan, tidak memuat
sanksi pidana bagi para pelanggarnya, sehingga ketentuan tersebut nyaris tak
ada artinya dalam melindungi anak-anak dari ancaman perkawinan dini.
Selanjutnya, berapa usia calon suami dan istri yang
dimohonkan dispensasi kawin oleh orangtua atau walinya di PA Batang?. Dari 6
kasus yang peneliti teliti, untuk calon suami berkisar antara 17–25 tahun.
Sedang rentang usia calon istri berkisar antara usia 14–19 tahun. Untuk lebih
jelasnya, tabel berikut dapat meringkas dan mempermudah pemahaman.
NO.
|
NO perkara
|
Usia calon suami istri
|
1.
|
8
03/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
21 th 4 bl 28 hr
– 14 th 2 bl 13 hari
|
2.
|
21 th 4 bl 28 hr
– 14 th 2 bl 13 hr
|
19 th 1 bl 14 hr
– 14 th 2 bl 27 hari
|
3.
|
012/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
17 th 2 bl 2 hr
– 19 th 4 hari
|
4.
|
15/Pdt.P/2007/PA.Btg.
|
25 th– 14 th 3
bl 2 hari
|
5.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg
|
22 th 18 hr – 15
th 2 bl 19 hari
|
6.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg
|
21 th 9 bl 16 hr
– 15 th 5 bl 29 hari
|
Kasus nomor 012/Pdt.P/2007/PA.Btg di
mana Sufendi bin Nur Kholik masih berusia 17 tahun 2 bulan 2 hari, satu-satunya
calon suami yang posisinya dimohonkan dispensasi kawin oleh ayahnya, Nur Kholik
bin Paryudi yang juga masih berusia muda yakni 36 tahun. Menilik usia ayahnya yang baru berusia 36, dapat disimpulkan
bapaknya dulu pun menikah di usia muda antara 18-19 tahun ( usia ayah 36 - usia
Sufendi 17).Sehingga tidak mengherankan jika ayahnya pun mendukung atau
sekurangnya membiarkan anak laki-lakinya menikah di usia dini. Hal ini
mengindikasikan adanya pengaruh keluarga dan masyarakat dalam mentolerir
terjadinya pernikahan dini.
Empat lainya, yang menikah dalam rentang usia 19-22
menurut istilah peneliti, menikah dalam usia muda belia. Sedang satunya lagi
yang menikah di usia 25 menurut peneliti sudah menikah di usia dewasa.
Selanjutnya, jika diprosentasekan, maka usia calon istri
yang berusia 14 tahun ada 3 orang atau
50 %, sedang yang berusia 15 tahun juga ada 2 kasus atau 33,333 %,
sementara yang berusia 19 tahun ada 1 orang atau 16,666 %. Tabel berikut dapat
mendeskripsikan secara lebih singkat.
No.
|
Usia calon istri( di bulatkan)
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1
|
14
|
3
|
50,000%
|
2
|
15
|
2
|
33,333%
|
3
|
19
|
1
|
16,666%
|
JUMLAH
|
6
|
100%
|
Dilihat dari sudut pandang fiqh munakahat, sebenarnya
sudah tidak ada masalah dari segi umur, karena lazimnya di usia-usia tersebut
mereka sudah menstruasi alias sudah dinyatakan balighah, sebuah ukuran yang
hanya menitikberatkan pada aspek fisik belaka. Namun dilihat dari kacamata
psikologi, secara kejiwaan timbul pertanyaan, apakah mereka sudah cukup
‘dewasa’ dalam arti kata memikul tanggungjawab masalah ekonomi, sosial, dan
keluarga?. Belum jika dilihat dari kacamata reproduksi, bukankah di usia
tersebut cukup tinggi resiko kehamilan yang harus ditanggung baik bagi si ibu
maupun si anak nanti?
2. Tentang tempat tinggal calon suami
istri
Untuk lebih ringkasnya, tabel berikut
diharapkan dapat membantu pembacaan pembaca.
.No
|
No. Perkara
|
Tempat Tinggal Calon Suami- Istri
|
1.
|
03/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Desa – desa (
satu dukuh beda RT ), sama sama dukuh Siwarak RT 23/V Desa Selokarto Kec. Blado
|
2.
|
07/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Desa – desa (
satu RT ), sama-sama dukuh Siwarak RT 01/XII Desa Selokarto Kec. Blado
|
3.
|
012/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
Desa – desa (
satu RT ), sama-sama dari dukuh Gandikan Timur RT 10/V Desa Sumur banger Kec.
Tersono
|
4.
|
15/Pdt.P/2007/PA.Btg.
|
Tak ada
ket.-desa, istri dari Pagedangan RT 02/VI Sembung Banyuputih
|
5.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Desa-desa ( satu
kabupaten beda kecamatan),calon suami dari Kedawung RT 01/I Karang Tengah
Subah sedang calon istri dari Kesemen RT 03/V Kalisalak Limpung
|
6.
|
0011/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Desa – desa (
satu RT ), keduanya beralamat di Donorojo RT 02/IV Adinuso Subah
|
Adanya 3 kasus yang menikah dengan
pasangannya dari satu RT dan seorang lagi yang masih dalam satu dukuh, dalam
pembacaan peneliti mengindikasikan beberapa hal seperti : pertama, menunjukkan
bahwa masing-masing calon masih –maaf- agak ‘kuper’ alias kurang pergaulan
karena ia baru sebatas mengenal gadis atau perjaka dalam level satu RT dan:
kedua, hampir semua perkawinan dini tersebut terjadi di desa, yang secara
geografis letaknya cukup jauh dari perkotaan, hal ini menunjukkan bahwa tradisi
pernikahan dini memang masih cukup subur di daerah pedesaan utamanya yang masih
terpencil.
3. Tentang pekerjaan calon suami- istri
Mengenai pekerjaan
calon suami – istridapat disajikan data sebagai berikut :
No.
|
No. Perkara
|
Pekerjaan Calon Suami- Istri
|
1.
|
03/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Petani – petani
|
2.
|
07/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Petani – jualan
sayur
|
3.
|
012/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
Petani - tidak
ada keterangan
|
4.
|
15/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
Tidak ada
keterangan (sudah bekerja) – tidak ada
keterangan
|
5.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Petani - tidak
ada keterangan
|
6.
|
0011/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Buruh – buruh
|
Dari data di atas, pekerjaan calon suami sebagian besar
adalah petani (66,666 % ) disusul buruh dan tidak ada keterangan masing-masing
satu orang. Dari pembacaan pekerjaan calon suami ini dapat ditafsirkan ( hampir
dipastikan) semuanya adalah profesi orang yang tinggal di pedesaan. Apalagi
dalam putusan secara eksplisit dapat diketahui dari alamatnya, memperjelas dan
mempertegas akan domisili mereka yang tinggal di pedesaaan.
Adapun pekerjaan calon istri dapat disajikan tabel sebagai
berikut :
No.
|
Pekerjaan calon istri
|
Jumlah Prosentase
|
1.
|
Tidak ada keterangan
|
350,000 %
|
2.
|
Petani1
|
116,666 %
|
3.
|
Jualan Sayur
|
116,666 %
|
4.
|
Buruh
|
116,666 %
|
|
Jumlah
|
100 %
|
Tidak jauh dari pekerjaan calon suami, para calon istri
inipun rata-rata memiliki profesi yang hampir sama. Bahkan 3 atau 50 % di
antaranya tidak ada keterangan atau boleh dikatakan sebagai pengangguran.
Sedang sisanya berprofesi sebagai petani, jualan sayur dan buruh masing-masing
satu orang.
Profesi-profesi yang ditekuni di atas, dalam pandangan
masyarakat pada umumnya boleh dikata – maaf, tanpa bermaksud merendahkan –
adalah profesi yang kurang “menjanjikan” dengan penghasilan pas-pasan. Hal ini
nantinya akan berkait dengan tingkat kesejahteraan keluarga dan juga anak-anaknya.
4. Tentang lama perkenalan calon suami-istri
Lama perkenalan sebelum
mereka memutuskan untuk menikah dapat disajikan tabel seperti di bawah ini :
N0.
|
No. Perkara
|
Calon Suami-Istri
|
1.
|
03/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
6 bulan
|
2.
|
07/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
6 bulan
|
3.
|
012/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
12 bulan
|
4.
|
15/Pdt.P/2007/PA.Btg.
|
6 bulan
|
5.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
14 Bulan
|
6.
|
0011/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
18 bulan
|
Jika dibuatkan tabel yang lebih sederhana, akan dijumpai data-data sebagai berikut :
No.
|
Lama Perkenalan
|
JumlahProsentase
|
1
|
6 bulan
|
350,000
|
2
|
12 bulan
|
116,666
|
3
|
14 bulan
|
116,666
|
4
|
18 bulan
|
116,666
|
Jumlah
|
|
100%
|
Menurut pembacaan peneliti, yang dimaksud dengan
perkenalan di sini adalah masa perkenalan ‘intensif’ atau dalam bahasa anak
muda masa pacaran. Jika yang dimaksud adalah masa pacaran, maka ada 3 pasangan
yang mengaku baru 6 bulan lalu memutuskan untuk menikah ( 3 kasus) , disusul 12
bulan, 14 bulan dan yang paling lama 18 bulan masing-masing satu kasus.
Perkenalan yang ‘cukup’ di sini (
cukup singkat atau cukup lama?), cukup wajar apalagi di desa yang segala
gerak-gerik warganya dengan mudah terpantau dan tercium tetangga lainnya,
sehingga membuat keluarga tidak enak dengan tetangga lain jika membiarkan
hubungan anaknya terlalu lama dalam masa ‘perkenalan’ itu.
Kemungkinan lain, tanpa bermaksud mengedepankan
su`udzan, dengan singkatnya perkenalan karena pergaulan keduanya sudah diluar
batas kewajaran menurut budaya dan norma ketimuran, dan bahkan lebih jauh lagi
si gadis sudah hamil duluan. Sehingga orang tua berinisiatif untuk cepat-cepat
menikahkan mereka walau masih belia sebelum aib keluarga semakin membuncah.
5. Tentang alasan pemohon memohon dispensasi
Agak mengherankan, dalam hal alasan yang dipakai para
pemohon relatif sama dan tidak ada perbedaan yang cukup berarti. Untuk lebih
jelasnya, tabel berikut perlu disimak.
No
|
No. Perkara
|
Alasan Pemohon Memohon Dispensasi
|
1.
|
03/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Takut terjatuh
ke perzinaan, ditolak pernikahannya oleh KUA setempat, sudah disetujui
kedua belah pihak, sudah punya penghasilan sendiri dan istri siap menjadi
ibu rumah tangga, sudah sepakat untuk menikah
|
2.
|
07/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Takut terjatuh
ke perzinaan, ditolak pernikahannya oleh KUA setempat, sudah disetujui kedua
belah pihak, sudah punya penghasilan sendiri, istri siap menjadi ibu rumah
tangga, sudah sepakat untuk menikah
|
3.
|
012/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
Takut terjatuh
ke perzinaan, ditolak pernikahannya oleh KUA setempat, sudah disetujui kedua
belah pihak, sudah punya penghasilan sendiri, istri siap menjadi ibu rumah
tangga, sudah saling sepakat untuk menikah
|
4.
|
15/Pdt.P/2007/PA.Btg.
|
Takut terjatuh
ke perzinaan, ditolak pernikahannya oleh KUA setempat, sudah disetujui kedua
belah pihak, sudah punya penghasilan sendiri, istri siap menjadi ibu rumah
tangga, sudah saling sepakat untuk menikah
|
5.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Takut terjatuh
ke perzinaan, ditolak pernikahannya oleh KUA setempat, sudah disetujui kedua
belah pihak, sudah punya penghasilan sendiri, istri siap menjadi ibu rumah
tangga, sudah saling sepakat untuk menikah
|
6.
|
0011/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Takut terjatuh
ke perzinaan, ditolak pernikahannya oleh KUA setempat, sudah disetujui kedua
belah pihak, saling sepakat untuk menikah, sudah punya penghasilan sendiri,
istri siap menjadi ibu rumah tangga
|
Dari pertimbangan pemohon memohonkan dispensasi, tampak
ada keseragaman yang secara berurutan meliputi :
1. Takut terjatuh dalam perzinaan.
2. Permohonan untuk melangsungkan pernikahan ditolak oleh petugas PPN.
3. Sudah disetujui oleh kedua belah keluarga.
4. Calon mempelai sudah sepakat untuk berumah tangga.
5. Suami sudah bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri.
6. Istri siap menjadi ibu rumah tangga.
6. Tentang pertimbangan majlis hakim mengabulkan pemohon.
Pertimbangan dan alasan
majlis hakim dalam permohonan pemohon
dapat disajikan dalam tabel berikut ini :
No.
|
No. Perkara
|
Pertimbangan majlis hakim
|
1.
|
03/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Sudah sesuai
prosedur, cukup alas an
bertentangan
dengan ketentuan yang berlaku
|
2.
|
07/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Sudah sesuai
prosedur, cukup alas an
bertentangan
dengan ketentuan yang berlaku
|
3.
|
012/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
Sudah sesuai
prosedur, cukup alasan sebagaimana
yang diutarakan
oleh pemohon dan saksi-saksi.
|
4.
|
15/Pdt.P/2007/PA.Btg.
|
Sudah diberi
nasehat untuk mengurungkan tidak
berhasil,
khawatir terjatuh dalam perzinaan, tidak ada
halangan nikah,
sudah bekerja dan punya penghasilan
|
5.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg
|
Sudah sesuai
prosedur, cukup alasan , sudah dilamar, tidak ada halangan nikah, sudah
dipandang memenuhi
syarat
kedewasaan, tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku
|
6.
|
0011/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Sudah sesuai
prosedur, cukup alasan dan tidak
bertentangan
dengan ketentuan yang berlaku
|
Pertimbangan atau alasan-alasan yang dipakai hakim untuk
menimbang dikabulkan atau ditolaknya suatu permohonan izin dispensasi kawin
yang paling banyak dipakai adalah alasan sudah sesuai prosedur dan tidak
bertentangan dengan perundangan yang berlaku. Sedang alasan lain hanya sesekali
saja disebut.
7. Tentang dasar hukum yang dikutip majlis hakim
Dalam mengabulkan permohonan izin
dispensasi yang masuk ke PA Batang, majlis hakim mendasarkan putusannya itu
sebagaimana dapat diperhatikan dari
tabel di bawah ini.
No.
|
No. Perkara
|
Dasar Hukum Yang Dikutip Majlis HakimUntukMengabulkan Permohonan
|
1.
|
03/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Pasal 7 ayat 2
UUP jo Pasal 69 KHI
|
2.
|
07/Pdt.P/2005/PA.Btg
|
Pasal 7 ayat 2
UUP jo Pasal 69 KHI
|
3.
|
012/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
Pasal 7 UUP jo
Pasal 15 ayat 1 dan 2 jo pasal 6 ayat 1 dan 5 KHI, an-Nur ayat 32
|
4.
|
15/Pdt.P/2007/PA.Btg
|
Pasal 7 UUP jo
Pasal 15 ayat 2 jis pasal 6 ayat 1 dan 5 KHI, an-Nur ayat 32, kaidah fiqhiyah
dar`ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih
|
5.
|
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Tidak merujuk
pada UUP, KHI, ayat, hadis atau kaidah
fiqh
|
6.
|
0011/Pdt.P/2008/PA.Btg.
|
Tidak merujuk
pada UUP, KHI, ayat, hadis atau kaidah fiqh
|
Dari 6 kasus yang diteliti, tampak kasus nomor
15/Pdt.P/2007/PA.Btg. yang paling lengkap dalam mengutip landasan dan sandaran
hukum. Putusan ini disidanglan oleh majlis hakim yang beranggotakan Ketua :
Drs. Abdul Manan, dengan anggota : Dra. Ernawatidan Drs. Syamsul Falah. Dasar
hukum yang dikutip mencakup hukum positif (UU Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 serta
Kompilasi Hukum Islam pasal 69, ayat al-Qur`an surat an-Nur ayat 32, serta
kaidah fiqh yang berbunyi :
ﺢﻟﺎﺼﻤﻟا ﺐﻠﺟ ﻰﻠﻋ م ﺪﻘﻣ ﺪﺳﺎﻔﻤﻟا ءرد
Namun demikian,adaduaputusanyakniputusan
0010/Pdt.P/2008/PA.Btg. dan 0011/Pdt.P/2008/PA.Btg. yang sama Nomor sekali tidak mencantumkan dasar hukum, baik
perundangan yang ada maupun ayat, hadis ataupun kaidah fiqh.
BAB V
Kesimpulan
Berangkat dari analisis
kesimpulan sebagai berikut: sebagaimana di atas, maka dapat diambil
1. Putusan Pengadilan Agama Batang terhadap permohonan dispensasi
kawin termasuk dalam kategori cukup mudah diberikan dengan bukti semua permohonan dispensasi dikabulkan.
2. Alasan-alasan yang diajukan para pihak yang mengajukan
dispensasi kawin adalah karena calon
pengantin di khawatirkan melakukan zina/pergaulan bebas, ditolak pernikahannya
oleh KUA setempat, sudah disetujui kedua belah pihak, saling sepakat untuk
menikah, sudah punya penghasilan sendiri, istri siap menjadi ibu rumah tangga
3. Pertimbangan-pertimbanganmajlishakimdalammengabulkan permohonan
dispensasi mencakup : sudah sesuai prosedur, cukup alasan dan tidak
bertentangan dengan perundangan yang berlaku, sudah dilamar, tidak ada halangan
menikah, memenuhi syarat kedewasaan, khawatir
terjatuh dalam perzinaan, sudah punya penghasilan, dinasihati untuk mengurungkan tidak berhasil.
4. Pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan, di samping
berpegang pada hukum positif yang berlaku, juga kaidah fiqh yang menyatakan, menolak bahaya didahulukan atas
menarik maslahat.
5. Ada keseragaman pola, alasan maupun pertimbangan dalam surat
permohonan maupun dalam putusan, hal ini mengesankan ada semacam kegiatan copy-paste sebuah
perkara/permohonan.
Rendahnya minat masyarakat atas pendidikan.
• Peningkatan kesejahteraan akibat pertumbuhan ekonomi tidak
dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup penduduk di bidang pendidikan.
• minat masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan rendah.
• banyak pelaku pernikahan dini yang keluar sekolah justru masih di
usia SMP.
• sangat kentara terjadi di seluruh Provinsi yang diamati
khususnya di Kalimantan Selatan dan Bangka-Belitung yang mengalami booming perekonomian
paling pesat dalam satu dasawarsa akibat pertambangan.
Tekanan Ekonomi di Tingkat Keluarga.
• Peningkatan konsumsi tinggi mendorong tekanan ekonomi yang semakin
tinggi pada keluarga.
• menyebabkan keluarga baik orang tua maupun anak lebih memilih
bekerja untuk segera memperoleh pendapatan dan memenuhi kebutuhannya ataupun
menikahkan segera anak untuk mengurangi beban keluarga (tekanan ekonomi)
• Dimensi tekanan ekonomi inilah yang sangat mewarnai pengambilan
keputusan orang tua
dalam menikahkan anaknya,
hal ini terjadi di seluruh provinsi kecuali di Kalimantan Selatan.
Budaya sebagai alasan dasar pernikahan dini.
• Dimensi budaya memang masih kuat terjadi sejak dulu
• Namun semakin memupus pengaruhnya pada beberapa Provinsi dan
bahkan menghilang di
Provinsi Bangka Belitung
khususnya dalam satu dasawarsa terakhir.
• Seringkali dimensi budaya hanya dijadikan alasan menutupi alasan
tekanan ekonomi.
• Peran Adat dan Agama sebagai Kontrol Sosial.
• Peran orang tua dalam keluarga sangat dominan.
• Lemahnya Peran Pemerintah dalam halKoordinasi dan Perencanaan
Kebijakan pengendalian pernikahan dini.
Rekomendasi
• Harus dilakukan sosialisasi dan advokasi secara langsung dan
intensif di lapangan sebagai antisipasi gejala Modernisasi dan perubahan
perilaku masyarakat termasuk penguatan peran lembaga sekolah khususnya di
tingkat SMP.
• Penguatan peran tokoh Adat dan Tokoh Agama sebagai Kontrol Sosial.
• Peningkatan kapasitas orang tua khususnya dalam meningkatkan minat
atas pendidikan dan mengurangi tekanan ekonomi di Tingkat Keluarga.
• Penguatan peran Pemerintah Daerah dalam hal pengendalian
pernikahan dini melalui
perencanaankebijakan dan koordinasi lintas sektor secara intensif.
DAFTAR PUSTAKA